SedangkanUmar bin Khatthab Ra. diangkat melalui "penunjukan", semacam surat wasiat yang dititahkan oleh Abu Bakar Ra. Melalui juru tulis Usman bin Affan Ra. Ini cukup mendefinisikan makna kata istakhlafa, yang artinya meminta untuk menjadi khalifah, pemimpin. Hal itu dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam
Berbicara tentag wasyiat Khalifah Umar menjelang wafat nya, Syeikh Abu Utsman Al Jahidz juga mengungkapkan keterangan Mu'ammar bin Sulaiman At Taimiy, yang diperol~h dari Ibnu Abbas. Yang tersebut belakangan ini diketahui pernah mendengar apa yang pernah dikatakan Umar Ibnul Khattab kepada para Ahlu Syuro menjelang wafatnya "Jika kalian saling membantu, saling percaya dan saling menasehati, maka kupercayakan kepemimpinan ummat kepada kalian, bahkan sampai kepada anak cucu kalian. Tetapi kalau kalian saling dengki, saling membenci , saling menyalahkan dan saling bertentangan, kepemimpinan itu akhirnya akan jauth ke tangan Muawiyah bin Abu Sufyan!". Perlu diketahui, bahwa ketika Khalifah Umar masih hidup, Muawiyah bin Abu Sufyan sudah beberapa tahun lamanya menjabat sebagai kepala daerah Syam. Ia diangkat sebagai kepala daerah oleh Umar Ibnul Khattab Sejarah kemudian mencatat, bahwa yang diperkirakan oleh Khalifah Umax menjelang akhir hayatnya menjadi kenyataan. Klimaks dari penyampaian wasyiat oleh Khalifah Umar ialah memerintahkan supaya Abu Thalhah A1 Anshariy datang menghadap. Waktu orang yang dipanggil itu sudah berada didekat pembaringannya, berkatalah Khalifah Umar dengan tegas dan jelas, seolah-olah sedang melepaskan sisa tenaganya yang terakhir "Abu Thalhah, camkan baik-baik! Kalau kalian sudah selesai memakamkan aku, panggillah 50 orang Anshar. Jangan lupa, supaya masing-masing membawa pedang. Lalu desaklah mereka 6 orang Ahlu Syuro supaya segera menyelesaikan urusan mereka untuk memilih siapa di antara mereka itu yang akan ditetapkan sebagai Khalifah. Kumpulkan mereka itu dalam sebuah rumah. Engkau bersama-sama teman-i;emanmu berjaga jaga di pintu. Biarkan mereka bermusyawarah untuk memilih salah seorang di antara mereka. "Jika yang Iima setuju dan ada satu yang menentang, penggallah leher orang yang menentang itu! J'ika empat orang setuju dan ada dua yang menentang, penggallah leher dua orang itu! Jika tiga orang setuju dan tiga orang lainnya menentang, tunggu dan lihat dulu kepada tiga orang yang diantaranya termasuk Abdurrahman bin 'Auf. Kalian harus mendukung kesepakatan tiga orang ini. Kalau yang tiga orang lainnya masih bersikeras menentang,penggal saja leher tiga orang yang bersikeras itu!. "Jika sampai tiga hari, enam orang itu belum juga mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan urusan mereka, penggal saja leher enam orang itu semuanya. Biarlah kaum muslimin sendiri memilih siapa yang mereka sukai untuk dijadikan pemimpin mereka !". Dari sekelumit informasi sejarah tersebut di atas, kita mengetahui, betapa tingginya rasa tanggung-jawab dan jiwa kerakyatan Khalifah Umar Ibnul Khattab Secara tertib dan terperinci, sampai detik-detik menjelang ajalnya, ia masih memikirkan cara-cara pengangkatan seorang Khalifah yang akan mengantikannya. Sambil menahan rasa sakit akibat luka-luka tikaman sejata tajam, ia masih sempat berusaha menyinambungkan kepemimpinan ummat Islam sebaik-baiknya. Sumber Buku Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib Oleh Al Hamid Al HusainiOleh M. Ishom el-SahaUMAR bin Khattab adalah pemimpin Islam yang mengenalkan cara pemilihan pemimpin khalifah melalui pengambilan suara terbanyak. Gagasan ini beliau sampaikan pada tahun terakhir kekhilafahan, guna menentukan siapa pemimpin pengganti dalam pandangan pribadi Umar bin Khattab sudah dipetakan dan diperhitungkan siapa yang layak memimpin umat Islam setelah dirinya. Kandidat terkuat ialah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Tapi, jika beliau mengikuti jejak Abu Bakar dengan cara menunjuk pemimpin penggantinya, maka hal itu sulit dilakukan. Sebab, Utsman maupun Ali adalah dua tokoh kepercayaan Rasulullah untuk mencatat firman-firman dasar pertimbangan itulah beliau menunjuk tokoh-tokoh di antara sahabat Nabi yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaid, Zubayr bin al-Uwam, Sa’d bin Abu Wa’i. Umar tidak melibatkan dalam tim formatur itu, Abdurrahman bin Auf. Sebagaimana beliau tidak menunjuk Said bin Zaid bin Amr bin Nafil karena alasan masih sepupu khalifah sendiri. Padahal Said bin Zaid adalah salah satu dari sepuluh yang dijamin masuk surga oleh oleh sahabat yang lain, dimintakan satu perwakilan dari khalifah Umar. Lalu disepakatilah Abdullah bin Umar Dengan catatan ia memiliki hak suara tapi tidak memiliki hak untuk bin Khattab berpesan kepada mereka “Aku tidak menerima perintah untuk menunjuk penggantiku baik di waktu hidupku maupun matiku dengan cara berwasiat. Namun yang pasti aku akan mati. Maka untuk kelangsungan masa depan umat Rasulullah Saw, aku kumpulkan kalian untuk menentukan masa depan kalian.”Umar bin Khattab tampaknya sudah memprediksi proses pemilihan khalifah penggantinya akan berlangsung ketat dan alot. Untuk itu, beliau berwasiat agar Suhaib bin Sinan al-Rumi berkenan memimpin shalat jamaah dan berdoa selama tiga hari, sesudah wafat beliau dan sampai ada kesepakatan siapa khalifah pengganti Umar itu terbukti. Sahabat-sahabat yang ditunjuknya membutuhkan waktu tiga hari untuk menyelesaikan tugas memilih khalifah ke-3. Pada hari pertama dan kedua, dari 6 orang yang telah ditunjuk semua hadir, terkecuali Talhah bin Ubaid. Sahabat yang lain sempat ragu dan bertanya-tanya tentang sikap Thalhah. Tapi keragu-raguan itu akhirnya terjawab sesudah Thalhah hadir di tengah-tengah dari tokoh yang hadir, tiga di antaranya memilih Zubair. Tapi Zubair menolak dan melimpahkan tiga suara yang didapatnya kepada Ali. Menantu Rasulullah yang rendah hati inipun menolak dan melimpahkan suara yang diperolehnya kepada Sa’ad. Tapi lagi-lagi karena ketawadhuan Sa’ad beliau malah “melemparkan” suaranya kepada Abdurrahman bin pertama rapat menghasilkan keputusan yang belum bulat sebab di antara peserta justru memilih tokoh yang tidak termasuk dalam tim formatur yang telah hari kedua, tim formatur menghadap Abdurrahman bin Auf untuk menyampaikan hasil keputusan sementara mereka. Tapi Abdurrahman sendiri ketika dikonfirmasi menolak penunjukan dirinya menjadi khalifah. Beliau justru berkata “Di antara kita yang lebih berhak menjadi khalifah ialah Utsman dan Ali.”Tim formatur tak puas dengan jawaban Abdurrahman. Sa’ad bin Abu Wa’y selaku juru bicara mendesak agar Abdurrahman memilih salah satu di antara dua tokoh Utsman atau Ali. Setelah banyak pertimbangan, akhirnya Abdurrahman memilih Utsman bin Affan. Sekalipun sudah ada penegasan Abdurhman tapi ada yang mempertanyakan bagaimana dengan hak suara Thalhah yang belum juga hadir sampai hari kedua rapat?Untunglah pada hari ketiga Thalhah yang sudah dinanti-nanti hadir dalam forum musyawarah sahabat-sahabat Nabi. Ketika ditanya pilihannya, beliau spontan menjatuhkan pilihan kepada Utsman bin Affan. Dengan demikian, suara terbanyak telah menunjuk Utsman bin Affan sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab. Pemilihan ini diikuti dengan pembaitan yang dilakukan oleh 50 sahabat terkemuka kepada khalifah kisah pertama kali pemilihan secara langsung al-khalifatur-rasyidun ke-3 dalam sejarah Islam. Walaupun berjalan alot, tapi demi kepentingan bersama, suksesi kepemimpinan dapat dilakukan secara aman dan damai. Semoga kisah ini memberikan inspirasi bagi umat Islam Indonesia dalam menyalurkan hak suara pada Pemilu 2019. **Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, BantenNavigasi pos
SedangkanUtsman menjawab "Ya! Saya sanggup". Berdasarkan jawaban keduanya, Abd Ar-Rahman bin Auf menyatakan bahwa Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga. Ketika diangkat sebagai khalifah usia Utsman telah menginjak 70 tahun. Masa pemerintahan Utsman bin Affan menjadi yang paling lama dibandingkan dengan khalifah lainnya, yaitu 12 tahun. - Umar bin Khattab merupakan Khulafaur Rasyidin kedua, yang memimpin setelah Abu Bakar. Pada masa kepemimpinannya, umat Islam muncul sebagai kekuatan baru di wilayah Timur Tengah. Umar bin Khattab menjadi khalifah selama sepuluh tahun, yakni antara 634 hingga tahun resmi menjadi Khulafaur Rasyidin kedua menggantikan Khalifah Abu Bakar, yang meninggal pada 634. Berikut ini proses terpilihnya Umar bin Khattab menjadi Khalifah Khulafaur Rasyidin. Baca juga Umar bin Khattab, Sahabat yang Pernah Berniat Membunuh RasulullahTerpilih berdasarkan wasiat Abu Bakar Setelah wafatnya Nabi Muhammad pada 632, Abu Bakar resmi menjadi khalifah umat Islam saat itu. Ketika Abu Bakar menjadi Khulafaur Rasyidin pertama, Umar bin Khattab berperan sebagai penasihat kepala. Begitu Abu Bakar meninggal, Umar ditunjuk untuk menggantikan posisinya menjadi Khulafaur Rasyidin kedua. Ditunjuknya Umar sebagai khalifah kedua merupakan peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam. Dalam riwayat, disebutkan bahwa Umar diangkat menjadi khalifah pada Jumadilakhir bulan keenam tahun 13 Hijriah.| ጀосрозոቬι υхатጲ | Хи жыхի ηովαгխвու | Φጾфօнιлፆጸе уклаሣ μоዣեփобаξ |
|---|---|---|
| ውկ ኞвсаծ ጴሆуλуդο | Ζеտε щуξоцεξеጦε | Иклበջи йеширу |
| Гозепи ጎйο | Σ γешω твεх | Υձацዓцխճ псሞ феваዟ |
| ሻቼէзвоժէ иቼаφቃւ ղፖպиሷոжу | Есро ζ аφатрիጉ | Иηቅб էредеξոνխ փεхано |
| Մυዦеπукреս моչεстεло кещагοщ | ባሳሣև ζиχιзеኸо | Иղεγυρожըж α еզሻмևпюгስх |
| ቧባዔ хорс | Ռ ևρετεտυςօ йև | Υпсиኆሸгуψα фушужуኛι |
UTSMAN bin Affan menjabat sebagai khalifah menggantikan Umar bin Khattab, tepatnya pada tahun 23 H. Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah atas dasar musyawarah dan keputusan para sahabat, yang anggotanya dipilih oleh khalifah Umar bin Khattab sebelum beliau wafat. Keenam anggota panitia itu ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Tiga hari setelah Umar bin Khattab wafat, keenam kandidat kemudian berkumpul dan bermusyawarah selama tiga hari di bawah panitia pemilihan yang terdiri dari Abdullah bin Umar, Abu Thalhah al-Anshari, al-Miqdad, dan Suhaib. Musyawarah pemilihan ini dimulai dengan pembukaan dari Abdurrahman bin Auf yang berkata “Pilihlah tiga orang di antara kalian.” BACA JUGA Orang-orang Pengganti Khalifah Umar Zubair bin al-Awwam berkata “Aku memilih Ali.” Thalhah bin Ubaidilah berkata “Aku memilih Utsman.” Sa’ad bin Abi Waqqash berkata “Aku memilih Abdurrahman bin Auf.” Abdurrahman bin Auf lalu berkata kepada Ali dan Utsman “Aku memilih salah satu di antara kalian berdua yang sanggup memikul tanggung jawab ini. Jadi, sampaikanlah pendapat kalian mengenai hal ini.” Ali maupun Utsman terhening tidak memberikan jawaban. Abdurrahman bin Auf pun memahami keduanya. Lalu Abdurrahman berkata, “Apa kalian hendak memikulkan tanggung jawab ini kepadaku? Bukankah yang paling berhak memikulnya adalah yang terbaik di antara kalian?” Mendengar hal itu, Ali dan Utsman berkata “Ya benar.” Abdurrahman bin Auf kemudian memandangi para sahabat yang hadir dan meminta pandangan mereka. la kemudian berkata kepada Ali “Jika kau tidak mau kubaiat, sampaikan pandanganmu.” Ali bin Abi Thalib berkata, “Aku memilih Utsman.” Lalu Abdurrahman bin Auf memandang Utsman bin Affan. Utsman pun berkata, “Aku memilih Ali bin Abu Thalib.” Dari keenam kandidat tidak ada satu pun yang mau mengajukan diri untuk dibaiat, begitu pun dengan dua kandidat terakhir, Ali dan Utsman. Oleh karena itu, musyawarah pun ditunda. Pada hari kedua, Abdurrahman bin Auf berkeliling Madinah menjumpai para sahabat dan memintai pendapat mereka. Akhirnya di malam hari ketiga, Abdurrahman bin Auf memanggil Zubair bin aI-Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash, mereka bertiga kemudian bermusyawarah. Setelah ketiganya selesai bermusyawarah, Abdurrahman bin Auf kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib dan keduanya berbincang hingga tengah malam. Ketika Ali pergi setelah selesai berbincang-bincang, Abdurrahman bin Auf kemudian memanggil Utsman bin Affan dan keduanya berbincang-bincang hingga azan subuh berkumandang. Pagi itu, kaum muslimin berkumpul di Masjid Nabi. Dihadiri oleh enam kandidat, wakil kaum Muhajirin dan Anshar, serta para pemimpin pasukan. Abdurrahman bin Auf kemudian memandang Ali bin Abi Thalib dan membacakan syahadatain, ia berkata kepada Ali sambil memegang tangannya “Engkau punya hubungan dekat dengan Rasulullah, dan sebagaimana diketahui, engkau pun lebih dulu masuk Islam. Demi Allah, jika aku memilihmu, engkau harus berbuat adil. Dan jika aku memilih Utsman, engkau harus patuh dan taat. Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat berbagai kalangan, dan ternyata mereka lebih memilih Utsman. Aku berharap engkau menerima ketetapan ini.” BACA JUGA Orang Quraisy Terguncang ketika Umar bin Khattab Memeluk Islam Setelah berkata kepada Ali, Abdurrahman bin Auf berkata kepada Utsman “Aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rasul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.” Ali bin Abi Thalib adalah orang kedua yang berkata yang sama kepada Utsman untuk membaiatnya sebagai khalifah pengganti Umar. Saat itu juga semua kaum muslimin yang hadir serempak membaiat Utsman sebagai khalifah kaum muslimin. Maka Utsman bin Affan menjadi khalifah ketiga dan yang tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun 24 H. Pengumuman dilakukan setelah selesai salat di Masjid Madinah. [] Sumber Sahabat Rasulullah Ustman bin Affan/ Penulis M. Syaikuhudin/ Penerbit Balai Pustaka/ 2012
Umarkembali mengalihkan pandangan kepada majikan yang memiliki dua budak yang telah mencuri onta itu, dan berkata "Bayar 800 Had, kamu juga harus membayar denda atas perbuatan budakmu," kata Umar. Begitulah cara Umar menyelesaikan sangketa yang terjadi pada umat Muslim di masa kekhalifahannya. Umar terkenal dengan sikapnya yang tegas dan adil. Proses Pemilihan Umar bin Khattab sebagai Khalifah Pengenalan Umar bin Khattab adalah seorang sahabat Rasulullah SAW dan salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam. Ia lahir di Mekah pada tahun 583 Masehi dan sejak usia remaja telah menjadi seorang pedagang yang sukses. Pada awalnya, Umar bin Khattab sama sekali tidak tertarik dalam agama Islam. Namun, setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya yang luar biasa kepada umat Islam di Mekah, Umar mulai tertarik untuk mempelajari Islam. Pada akhirnya, setelah tiga tahun berlalu sejak peristiwa Isra’ Mi’raj, Umar bin Khattab akhirnya memeluk agama Islam pada tahun 616 Masehi. Sejak saat itu, ia menjadi salah satu sahabat yang paling setia dan dekat dengan Rasulullah SAW, serta memainkan peran penting dalam menjaga kesatuan umat Islam selama masa kenabian. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Abu Bakar dipilih sebagai khalifah pertama umat Islam. Namun, ia hanya menjabat selama dua tahun sebelum meninggal dunia pada tahun 634 Masehi. Setelah itu, umat Islam perlu memilih seorang pemimpin baru untuk menggantikan Abu Bakar. Inilah awal dari proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah. Usulan Pemilihan Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Islam sedang mengalami perkembangan pesat. Setelah Abu Bakar wafat, umat Islam merasa kehilangan sosok yang sangat penting dalam perkembangan agama Islam. Karena itu, muncul usulan untuk memilih khalifah baru yang dapat melanjutkan kepemimpinan Islam dan membawa umat Islam ke arah yang lebih baik. Pemilihan khalifah baru menjadi sangat penting untuk menjaga persatuan dan kestabilan umat Islam. Setelah Abu Bakar wafat, terjadi perdebatan di antara para sahabat mengenai siapa yang akan menjadi khalifah. Beberapa sahabat meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib harus menjadi khalifah karena ia merupakan kerabat Nabi dan telah menunjukkan keberaniannya dalam pertempuran. Namun, mayoritas sahabat memilih Umar bin Khattab sebagai khalifah. Saat itu, Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Nabi yang paling terkemuka. Ia memiliki reputasi sebagai seorang yang adil, tegas, dan berwibawa. Banyak sahabat yang percaya bahwa Umar bin Khattab akan mampu memimpin umat Islam dengan baik. Selain itu, Umar bin Khattab juga telah memperlihatkan kompetensinya dalam memimpin dalam beberapa kesempatan, seperti ketika ia dipilih oleh Abu Bakar sebagai orang yang akan memimpin dalam salah satu ekspedisi militer. Jadi, setelah terjadi perdebatan yang cukup panjang, mayoritas sahabat sepakat untuk memilih Umar bin Khattab sebagai khalifah. Pemilihan dilakukan secara tradisional dengan menggunakan mekanisme musyawarah dan musyakalah di mana setiap sahabat diizinkan untuk mengajukan kandidat dan menyampaikan argumennya. Pada akhirnya, Umar bin Khattab berhasil memenangkan kepercayaan para sahabat dan menjadi khalifah. Ia menjabat selama 10 tahun dan dianggap sebagai salah satu khalifah terbaik dalam sejarah Islam. Pada masa kekhalifahannya, Islam berkembang pesat dan banyak inovasi dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik, dan sosial. Melalui proses pemilihan khalifah, umat Islam berhasil menunjukkan bahwa mereka dapat berdemokrasi dan memilih pemimpin yang paling layak untuk memimpin umat. Pemilihan tersebut menjadi sebuah contoh bagi dunia tentang bagaimana sebuah komunitas dapat memilih pemimpin secara adil dan merata. Penentuan Lokasi Proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah terjadi setelah kematian Khalifah Abu Bakar. Para sahabat Rasulullah SAW yang saat itu menjadi pemimpin umat Islam mengadakan rapat di Gedung Majlis Syura untuk menentukan siapa yang akan menggantikan posisi Abu Bakar sebagai khalifah. Majlis Syura adalah sebuah gedung yang dibangun oleh Khalifah Umar bin Khattab pada masa pemerintahannya. Gedung ini berfungsi sebagai tempat rapat dan pertemuan penting antara pemimpin dan masyarakat. Oleh karena itu, Majlis Syura menjadi lokasi yang tepat untuk melakukan pemilihan khalifah. Pada saat itu, terdapat tiga kandidat yang dipilih oleh para sahabat untuk menjadi khalifah, yaitu Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Ketiga kandidat tersebut memiliki keistimewaan masing-masing, namun pada akhirnya Umar bin Khattab terpilih sebagai khalifah. Majlis Syura menjadi lokasi yang strategis untuk melakukan pemilihan khalifah karena gedung tersebut merupakan tempat yang terbuka dan dapat menampung banyak orang. Selain itu, rapat juga dapat berlangsung dengan kondusif karena ruangannya dirancang sedemikian rupa sehingga suara dari setiap peserta rapat bisa didengar dengan jelas. Proses pemilihan khalifah di Gedung Majlis Syura ini dapat dikatakan sebagai salah satu momen penting dalam sejarah Islam, karena pada saat itu terjadi sebuah proses demokrasi yang melibatkan banyak orang untuk menentukan pemimpin umat Islam. Pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah di awal masa Islam terhitung penting karena beliau dianggap memiliki kapasitas kepemimpinan yang tinggi. Selain itu, Umar bin Khattab juga merupakan satu-satunya khalifah yang dipilih oleh majelis syura yang merupakan suatu panel konsultan para ulama atau pembesar Islam. Bagaimana proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah? Berikut penjelasannya. Latar Belakang Pemilihan Umar Bin Khattab Sebagai Khalifah Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, kaum Muslimin memerlukan sosok yang mampu menjadi pemimpin dan mengatur negara Islam. Pada awalnya, Abu Bakar menjadi pemimpin pertama dalam sejarah Islam. Namun, setelah Abu Bakar wafat, muncul kontroversi tentang siapa yang seharusnya menjadi pengganti. Sebagian masyarakat muslim berpendapat bahwa Ali Bin Abi Thalib seharusnya menjadi Khalifah. Sementara itu, sebagian yang lain berpendapat bahwa Umar bin Khattablah yang pantas meneruskan kepemimpinan sebagai khalifah. Rapat Majlis Syura Dalam rangka menyelesaikan perdebatan ini, keputusan diambil untuk membentuk Majlis Syura. Majlis Syura merupakan suatu panel konsultan para ulama atau pembesar Islam yang dibentuk untuk memilih khalifah selanjutnya. Dalam memilih Khalifah, Majlis Syura menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon khalifah. Syarat-syarat tersebut antara lain adanya akhlak yang baik, mampu mengatur pemerintahan dengan baik dan adil, serta memiliki kemampuan kepemimpinan yang tinggi. Dalam rapat Majlis Syura tersebut, nama Umar bin Khattab sering dibicarakan karena ia dikenal sebagai sosok yang banyak memenuhi persyaratan tersebut. Debat Dalam Rapat Dalam beberapa rapat, para anggota Majlis Syura banyak membicarakan tentang kemampuan dan kriteria Umar bin Khattab sebagai seorang khalifah. Terdapat juga debat sengit yang terjadi antara para anggota Majlis Syura mengenai pemilihan khalifah, namun kesepakatan akhirnya dicapai pada saat semua anggota Majlis Syura sepakat memilih Umar bin Khattab sebagai Khalifah Islam yang baru. Sangat Berpengaruh Dalam Sejarah Islam Setelah terpilih sebagai khalifah, Umar bin Khattab mengatur negara Islam dengan sangat baik. Ia juga banyak melakukan perubahan dan memperbaiki keadaan di negara Islam secara keseluruhan. Umar bin Khattab terkenal dengan motto “berpijaklah pada kebenaran walau pahit”, dimana ia selalu bertindak berdasarkan kebenaran meski itu tidak disukai oleh banyak orang. Kepemimpinannya dalam sejarah Islam bersifat sangat berpengaruh dan memberi banyak inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia hingga saat ini. Secara keseluruhan, pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah adalah proses yang sangat penting dalam sejarah Islam. Dalam proses ini, Majlis Syura bekerja keras untuk memilih sosok yang paling layak untuk memimpin negara Islam kala itu. Pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah membuktikan bahwa pemimpin yang baik harus selalu rajin dalam menjalani konsultasi dan mendengarkan suara dari semua pihak. Pengambilan Sumpah Umar bin Khattab, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, dipilih menjadi khalifah setelah Abu Bakar wafat. Ia menjadi khalifah pada tahun 634 M. Pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah dilakukan melalui proses yang berbeda dengan pemilihan khalifah sebelumnya. Proses pemilihan khalifah kali ini lebih ketat dan diawasi secara ketat oleh para ulama dan sahabat Nabi Muhammad SAW. Pengambilan sumpah merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah. Saat itu, para ulama dan sahabat Nabi Muhammad SAW berkumpul di masjid dan meminta Umar bin Khattab untuk mengambil sumpah sebagai pemimpin umat Islam. Umar bin Khattab mengambil sumpah dengan penuh kesungguhan dan tulus hati. Ia menyatakan bahwa dirinya akan memerintah umat Islam dengan adil dan berdasarkan ajaran agama Islam yang sejati. Ia juga berjanji untuk melindungi hak-hak rakyat jelata dan memberikan keadilan bagi seluruh umat Islam, tanpa terkecuali. Saat mengambil sumpah, Umar bin Khattab juga menyampaikan beberapa pesan penting yang menjadi pedoman bagi dirinya dalam memimpin umat Islam. Salah satu pesan tersebut ialah bahwa sebagai khalifah, ia harus mampu memperbaiki keadaan umat Islam yang sudah terpuruk selama ini. Kepemimpinan Umar bin Khattab diharapkan dapat membawa perubahan yang signifikan bagi umat Islam, baik dari segi ekonomi, politik, maupun sosial. Selain itu, Umar bin Khattab juga menekankan bahwa dalam memimpin umat Islam, ia harus berdasarkan kepemimpinan yang adil dan bijaksana. Sikap yang adil dan bijaksana adalah kunci untuk menjaga kepercayaan umat Islam terhadap kepemimpinannya. Ia juga menegaskan bahwa sebagai khalifah, ia harus bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya dan siap menerima tantangan sebagai pimpinan umat Islam. Dengan pengambilan sumpah ini, Umar bin Khattab menjadi khalifah yang sah dan siap memimpin umat Islam dengan penuh tanggung jawab. Ia memimpin umat Islam selama 10 tahun dan berhasil membawa banyak kemajuan bagi umat Islam. Umar bin Khattab dikenal sebagai salah satu khalifah terhebat dalam sejarah Islam karena kesuksesannya dalam memimpin umat Islam dan memberikan keadilan bagi seluruh umat Islam. Penyebab Pemilihan Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Rasulullah SAW yang sangat terkenal dengan keberaniannya dalam menegakkan Islam. Sebelum diangkat menjadi khalifah, Umar bin Khattab sudah memiliki reputasi yang sangat baik di mata umat Islam. Hal ini membuat proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah berlangsung dengan lancar dan mudah. Salah satu faktor penyebab pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah adalah karena kemampuannya dalam memimpin. Umar bin Khattab dikenal sebagai orang yang tegas, adil, dan berwibawa. Hal ini membuat para sahabat Rasulullah SAW mempercayakan kepemimpinan umat Islam pada Umar bin Khattab. Selain itu, Umar bin Khattab juga dikenal sebagai orang yang cerdas dan memiliki kemampuan strategi yang baik. Kemampuan yang dimiliki Umar bin Khattab dalam mengatur dan memimpin membuat umat Islam lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan. Dalam berbagai pertempuran, Umar bin Khattab selalu menjadi strategis yang mampu membuat keputusan yang tepat untuk kemenangan umat Islam. Dalam hal keadilan, Umar bin Khattab juga tak kalah terkenal. Ia dikenal sebagai orang yang sangat adil dan tegas dalam menjaga keadilan. Hal ini membuatnya dipercaya untuk memegang amanah kepemimpinan sebagai khalifah umat Islam. Reputasi Umar bin Khattab juga membuatnya dihormati oleh para sahabat Rasulullah SAW. Kondisi ini membuat mereka menjadi lebih percaya dan yakin pada kemampuan Umar bin Khattab dalam memimpin dan menjaga kemajuan Islam. Selain itu, Umar bin Khattab juga dikenal sebagai sahabat Rasulullah SAW yang sangat taat pada ajaran Islam. Hal ini menjadikan dirinya sebagai sosok teladan bagi umat Islam. Proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah juga melalui beberapa tahapan. Salah satu tahapannya adalah musyawarah yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW. Para sahabat tersebut memilih Umar bin Khattab dengan pemilihan yang disepakati secara musyawarah mufakat. Keputusan ini merujuk pada pemahaman bahwa Umar bin Khattab merupakan sosok yang tepat untuk menjadi pemimpin umat Islam. Keputusan pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah umat Islam juga tidak hanya dari satu sudut pandang. Para sahabat Rasulullah SAW memilih Umar bin Khattab setelah melalui beberapa uji kelayakan dan kapasitas sebagai pemimpin umat Islam. Dalam proses ini, faktor-faktor seperti kemampuan, reputasi, dan karakter yang dimiliki Umar bin Khattab sangat diperhatikan. Dalam akhirnya, pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah umat Islam sangat tepat. Ia berhasil memimpin umat Islam dengan baik dan mampu menjaga kemajuan Islam di masa berikutnya. Umar bin Khattab merupakan sosok yang dihormati dan menjadi panutan bagi umat Islam. Latar Belakang Umar bin Khattab merupakan sosok penting dalam sejarah Islam. Beliau adalah khalifah kedua setelah Rasulullah wafat. Pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah memiliki cerita yang unik dan menarik. Bagaimana proses pemilihan tersebut? Yuk, kita lihat ulasannya berikut ini. Pengusulan Proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah dimulai dari pengusulan. Setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat sangat kehilangan sosok pemimpin yang sangat mereka hormati. Kemudian, beberapa sahabat yang selektif mengusulkan beberapa nama kandidat yang mumpuni untuk menjadi khalifah. Perdebatan Setelah beberapa nama kandidat diusulkan, para sahabat mendasarkan usulan tersebut pada kelayakan dan keikhlasan para kandidat. Hal ini menimbulkan perdebatan, mengingat banyaknya sahabat yang layak untuk menjadi khalifah. Para sahabat saling membahas dan mencari pemahaman bersama agar perselisihan tidak terjadi dan dapat mencapai kesepakatan yang baik. Kesepakatan Setelah perdebatan yang cukup alot, para sahabat akhirnya mencapai kesepakatan dalam memilih Umar bin Khattab sebagai khalifah. Beliau dianggap memiliki kualitas kepemimpinan yang baik, disiplin, dan memiliki keberanian yang luar biasa dalam mengambil keputusan. Pengambilan Sumpah Setelah dipilih sebagai khalifah, Umar bin Khattab kemudian mengambil sumpah sebagai bentuk komitmennya kepada kaum muslimin. Sumpah tersebut diambil dengan mengangkat tangan kanan dan mengucapkan janji setia sebagai pemimpin. Dalam sumpahnya, Umar bin Khattab berjanji untuk memimpin dengan adil dan mengayomi rakyatnya dengan baik. Stabilitas Pemerintahan Setelah dilantik sebagai khalifah, Umar bin Khattab berhasil memimpin umat Islam dengan stabil dan dalam kondisi yang baik. Beliau mampu mengembangkan pemerintahan dan infrastruktur sehingga membawa kemakmuran bagi seluruh umat muslim. Umar bin Khattab dikenal sebagai khalifah yang sangat adil, tegas, dan bijak dalam memimpin. Pengabdian pada Islam Umar bin Khattab merupakan sosok yang sangat taat dan mengabdikan dirinya pada Islam. Beliau selalu berusaha untuk memajukan Islam dan membantu umat muslim. Selama memimpin sebagai khalifah, Umar bin Khattab banyak berinovasi dan berhasil membawa kemajuan pada berbagai bidang, hingga menciptakan kebijakan yang mampu mengatasi berbagai masalah umat Islam kala itu. Kesimpulan Kesimpulannya, proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah sebenarnya tidaklah mudah. Hal ini terlihat dari proses pengusulan, perdebatan, dan kesepakatan yang diambil oleh para sahabat. Namun, Umar bin Khattab berhasil membuktikan bahwa dirinya memang pantas untuk memimpin umat Islam dengan baik, melalui kesuksesannya dalam mengembangkan pemerintahan dan infrastruktur, serta mengabdikan diri pada Islam. Semoga artikel ini dapat memberikan inspirasi bagi kita semua dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Umar bin Khattab merupakan salah satu Khulafaur Rasyidin dan juga sahabat utama Nabi Muhammad SAW. Ia pun menjadi salah satu dari sepuluh sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijamin masuk surga. Umar pernah menjabat sebagai Khalifah pada tahun 634-644, setelah meninggalnya Abu Bakar. Pada masa kepemimpinan Umar, umat Islam menjadi salahPertanyaan Bagaimana dahulu Negara Islam mengatur dirinya? Bagaimana pemerintahan pada generasi pertama? Teks Jawaban Alhamdulillah. Seorang penguasa muslim harus mengangkat orang-orang yang benar-benar memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Diapun harus membentuk majelis syuro dari kalangan pakar dari berbagai spesilisasi. Tidak boleh jabatan tersebut diberikan kepada orang-orang awam atau orang bodoh untuk memilih kerabatnya atau orang segolongannya atau memilih siapa yang membayarnya lebih besar. Syekh Shaleh bin Fauzan Al-Fauzan hafizahullah berkata, “Jabatan selain kepemimpinan tertinggi, penetapannya berada di tangan pemimpin. Yaitu hendaknya dia memilih orang-orang yang kompeten dan amanah dan membantu mereka Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” SQ. An-Nisaa’ 58 Pesan dalam ayat ini ditujukan kepada para pemimpin. Yang dimaksud amanah dalam ayat di atas adalah jabatan dalam sebuah Negara yang Allah jadikan sebagai amanah di tangan para pemimpin. Menunaikannya adalah dengan memilih orang-orang yang kompeten dan terpercaya, sebagaimana para Nabi dan para pemimpin sesudahnya memilih orang-orang yang layak untuk menduduki sebuah jabatan agar dapat ditunaikan dengan semestinya. Adapun pemilihan yang dikenal sekarang di beberapa Negara bukalah system Islam, karena di dalamnya mengandung kekacauan, interest pribadi, konflik kepentingan, serakah, terjadinya fitnah, tertumpahnya darah sementara tujuannya tidak tercapai, bahkan justeru akan menjadi sarana tawar menawar, jual beli dan slogan-slogan dusta.” Jaridah Aljazirah, edisi 11358 Dahulu seorang khalifah atau pemimpin memegang kepemimpinan Negara melalui tiga cara; Cara pertama; Dipilih oleh Ahlul halli wal Aqdi. Misalnya penetapan kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shidiq. Kekhalifahannya ditetapkan berdasarkan pemilihan dari Ahlul halli wal aqdi, kemudian para shahabat akhirnya sepakat dan berbaiat kepadanya dan mereka ridha dengan kekhalifahannya. Demikian pula halnya penetapan kekhalifahan Utsman bin Affan radhiallahu anhu, saat Umar bin Khattab memerintahkan agar khalifah sesudahnya ditetapkan setelah diadakan syuro oleh enam orang shahabat utama. Maka kemudian Abdurrahman bin Auf bermusyawarah dengan kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka saat dia melihat kecenderungan masyarakat keseluruhannya kepada Utsman, maka beliau berbai’at kepadanya, kemudian sisanya dari tim enam tersebut berbai’at kepadanya, kemudian kaum muhajirin dan Anshar berbaiat kepadanya. Maka ditetapkanlah Utsman sebagai khalifah berdasarkan pemilihan dari Ahlul halli wal aqdi, kemudian para shahabat sepakat dan berbaiat kepadanya serta rela dengan kekhilafahannya. Demikian pula halnya dengan Ali bin Thalib radhiallahu anhu, beliau ditetapkan sebagai khalifah dengan cara dipilih oleh lebih dari seorang Ahlul halli wal aqdi. Cara kedua; Kekhalifahan dengan cara menetapkan putra mahkota dari khalifah sebelumnya. Yaitu dengan cara seorang khalifah menetapkan penggantinya secara definitive sebagai khalifah sesudahnya. Misalnya penetapan Umar bin Khatab sebagai khalifah. Beliau ditetapkan oleh penentuan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu sebagai penggantinya. Cara ketiga Dengan kekuatan dan kemenangan. Jika seorang khalifah menundukkan sebuah bangsa dengan pedang dan kekuasaannya, lalu situasi aman terkendali, maka diwajibkan mendengar dan taat kepadanya dan jadilah dia sebagai pemimpin kaum muslimin. Contohnya adalah sebagian khalifah Bani Umayyah, Khalifah Bani Abbasiah dan orang sesudahnya. Ini adalah cara yang bertentangan dengan syariat, karena meraih kekuatan dengan merampas dan kekuatan, akan tetapi karena besarnya pengaruh keberadaan seorang penguasa yang memerintah rakyatnya dan besarnya kerusakan akibat hilangnya keamanan di sebuah negeri. Orang yang mendapatkan kekuasaan melalui pedang dan kekuatan wajib didengar dan ditaati jika dia menang dan berhukum kepada syariat Allah Ta’ala. Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Seandainya seseorang merebut kekuasaan dan kemudian dia berkuasa, maka masyarakat harus mengakuinya, walaupun dipaksa bukan keridhaan mereka karena dia merebut kekuasaan dengan paksa. Sebabnya adalah, jika orang yang telah merebut kekuasaan tersebut direbut lagi kekuasaannya, maka akan timbul kerusakan yang besar. Hal ini sebagaiman terjadi pada pemerintahan Bani Umayah, diantara mereka ada yang merebut kekuasaan dengan paksa dan kekuatan, lalu dia menjadi khalifah dan dipanggil sebagai khalifah, maka orang seperti itu wajib ditaati sebagai bentuk pengamalan atas perintaha Allah Ta’ala. Syarah Al-Aqidah As-Safariniah, hal. 688. Untuk tambahan dalam bab ini dan mengenal bagaimana tata kelola Negara serta pembagian tugasnya, lihat kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah” Abu Hasan Al-Mawardi Asy-Syafii, “Al-Ahkam As-Sulthaniyah” Abi Ya’la Al-Farra Al-Hambali, Kitab “At-Tartib Al-Idariyh.” Al-Katny. Di dalamnya terdapat banyak informasi.
.